Sabtu, 11 Mei 2024

Pemikiran Kebangsaan dan Nilai-Nilai Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid

 

Nama              : Erintia Putri

AKSI NYATA TOPIK 4

Sebelum memulai  proses pembelajaran mengenai topik 3 yaitu Pemikiran Kebangsaan dan Nilai-Nilai Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, hal yang terpikirkan adalah pada topik 3 ini dapat dipelajari mengenai bagaimana Pemikiran Kebangsaan dan Nilai-Nilai Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dan pelajaran apa saja yang dapat diperoleh dari gerakan dan semboyan tersebut. Setelah belajar secara mandiri dan kolaborasi dengan teman sejawat ataupun dosen pengampu di universitas terdapat beberapa pemahaman yang diperoleh Pemikiran Kebangsaan dan Nilai-Nilai Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Konstruksi yang bisa dibangun khususnya dalam memahami perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dianalisa dari aspek teoretis maupun praktis dalam hal ini direkonstruksi dari lima dasar yang menjadi landasan dalam memahami nilai-nilai perjuangan tersebut, yaitu sebagai berikut:

a.      Nilai kesadaran hakikat perjuangan dalam hidup

Implikasi teoretis dalam hal ini merujuka pada catatan sejarah dan perjalanan hidup dengan dinamika yang dihadapi oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dengan lintasan periode yang dinamis mulai dari zaman Belanda, Jepang, perjuangan revolusi fisik, Orde Baru, semuanya bisa dikaji dalam konteks ilmiah. Adapun implikasi praktisnya dapat dimaknai dalam konteks kesadaran berjuang sesuai dengan bakat, kemampuan pada masyarakat dan generasi muda dewasa ini yang tidak kenal menyerah, kuat, dan berani dalam menghadapi tantangan hidup yang lebih kompleks.

b.      Nilai kesadaran dalam berkarya

Perjuangan tidak hanya mengangkat senjata, namun dapat dilakukan melalu berbagai cara termasuk menguatkan masyarakat baik melalui pembentukan kesadaran melalui pendidikan, kesadaran dalam karya-karya tulis, kesadaran melalui dakwah lisan maupun tindakan dan lain sebagainya. Keberadaan madrasah-madrasah yang beliau dirikan mulai zaman Belanda, zaman Jepang dan berkembang sampai saat ini telah memberikan pemahaman bahwa nilai perjuangan tidak satu dimensi namun dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan lebih yang kita miliki. Implikasi praktis dari nilai hidup yang dapat dirujuk tidak lepas dari kesadaran tersebut bahwa setiap generasi haru menghasilkan karya yang dapat memberi manfaat pada orang lain.

c.        Nilai kesadaran ruang dan waktu

Tataran teoretis, pemahaman sejarah TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid sekaligus berimplikasi pada perjuangan beliau dapat dikaji dalam konteks filsafat sejarah tokoh nasional Indonesia. Namun dalam konteks yang lebih praktis, pemahaman mengenai kesadaran ruang dan waktu memiliki implikasi yang sangat strategis. Kesadaran runag seperti memahami kondisi zaman dan memberikan warna dalam memecahan masalah-masalah sosial budaya, pendidikan, dan lain sebagainya. Kesadaran ruang ini juga setidaknya akan berpengaruh terhadap kesadaran waktu yang berimplikasi pada ketelatenan, rajin belajar, dan lain sebagainya.

d.      Nilai kesadaran hubungan antara manusia dengan Tuhan

Sudah cukup banyak kajian-kajian yang membedah bagaimana spiritualitas yang dibangun TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dan bisa jadi kajian yang akan tetap menarik sesuai dengan perkembangan jaman. Adapun implikasi praktisnya bahwa setiap generasi sejak dini harus dikuatkan selain dengan pengetahuan umum 173 yang jauh lebih penting adalah pengetahuan tentang Ketuhanan yang hal ini dapat dikuatkan melalui lembaga pendidikan, baik formal, nonformal, maupun informal. Inilah nilai dasar yang menjadi acuan beliau dalam pengembangan aspek yang lain.

e.       Nilai kesadaran hubungan antara manusia dengan sesama manusia dan alam semesta

Kesadaran dalam menjalin hubungan sesama manusia dengan sebaik mungkin yang dapat menghasilkan sinergi dalam membangun masyarakat yang lebih baik dan kompleks merupakan salah satu pokok kesadaran yang diwariskan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid

Kamis, 09 Mei 2024

NW : Gerakan Dakwah, Pendidikan dan Sosial

 

Nama              : Erintia Putri

AKSI NYATA TOPIK 3

Sebelum memulai  proses pembelajaran mengenai topik 3 yaitu NW: Gerakan dakwah, pendidikan, dan sosial serta semboyan perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majdi, hal yang terpikirkan adalah pada topik 3 ini dapat dipelajari mengenai bagaimana gerakan dakwah, pendidikan dan sosial NW, serta bagaimana semboyan perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dan pelajaran apa saja yang dapat diperoleh dari gerakan dan semboyan tersebut. setelah belajar secara mandiri dan kolaborasi dengan teman sejawat ataupun dosen pengampu di universitas terdapat beberapa pemahaman yang diperoleh mengenai gerakan dan semboyan NW.

1.       Gerakan Dakwah

Gerakan Dakwan ini dibedakan menjadi dua yaitu dakwah bil al-lisan dan sistem pendidikan madarasah. Dakwah bil al-lisan yang dilaksanakan oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid terbagi menjadi dua yaitu dakwah yang langsung dipimpin sendiri yang dikenal dengan istilah majelis dakwah hamzanwadi dan dakwah yang dipimpin oleh murid-muridnya dan para tuan guru yang tersebar di seluruh pelosok Lombok yang disebut dengan majelis ta’lim hamzanwadi.

TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dikenal dengan gelar Abu al-Maaris wa al-Masajid (bapak aau pengayom masjiddan madrasah) karena kegigihan yang beliau miliki dalam memperjuangkan pendidikan. Prinsip dakwah/perjuangan sekaligus semboyan yang dipegang adalah 1) Li i’lai kalimatillah wa ‘izzil Islam wa al-muslimin yang artinya untuk meninggikan titah Allah dan memuliakan agam islam dan umatnya,  2) pokok NW, pvkok NW iman dan taqwa, 3) inna akromakum ‘indy anfaukum linahdatil wathan wa inna syarrokum ‘indiy adlarrukum binahdatil wathan artinya semulia-muliamu di hadapanku adalah yang paling banyak manfaatnya bagi NW, dan sejahat-jahatmu adalah yang paling banyak mendatangkan mudlarat bagi NW, 4) yakin, ikhlas dan istiqomah.

2.       Gerakan pendidikan

Gerakan pendidikan sendiri merupakan Gerakan dalam membentuk, mengajarkan, atau menanamkan nilai-nilai kepada anak, siswa, ataupun orang-orang yang ingin kita tuju. Hal ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga organisasi dan badan-badan swasta yang terkait langsung dalam masalah pendidikan dan pengembangan masyarakat. NW sebagai organisasi kemasyarakatan dan pendidikan islam disini juga ikut andil dan terus berkontribusi dalam membantu melaksanakan pergerakan pendidkan. Terlihat dengan pondok pesantren, madrasah, dan sekolah di lingkungan NW yang terus mengalami peningkatan, baik jumlah, jenis sekolah dan madrasah, jenjang pendidikan maupun kurikulum yang digunakan.

Pemikiran TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam persoalan Pendidikan yang sangat maju, khususnya di wilayah Nusa Tenggara Barat, diantaranya (a)menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran Agama Islam di NTB dengan sistem madrasi di samping memertahankan sistem sorogan; (b)membuka lembaga pendidikan khusus bagi perempuan; (c)membuka sekolah umum di samping madrasah di Nusa Tenggara Barat; (d)melakukan integrasi ilmu agama dan ilmu umum; (e)menetapkan pentingnya memilih kriteria pendidik, dan (f)menjalankan pendidikan multikulturalisme

a.       Sistem Madrasah

Seperti yang sudah dijelaskan pada topik sebelumnya, bahwa Metode pendidikan yang dipraktekkan pada masa awal Islam datang di Indonesia adalah sistem sorogan dan wetonan. Kata sorogan berasal dari kata sorog (Jawa) berarti menyodorkan. Metode sorogan ini berupa: santri menghadap guru satu per satu dengan membawa kitab yang akan dipelajarinya. Sedangkan metode weton adalah metode kuliah/ceramah, dimana santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling kyai yang menerangkan pelajaran seperti kuliah. Metode ini dikenal juga dengan istilah halaqah. Namun, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid menganggap kedua metode Pendidikan ini perlu dilengkapi dengan mengembangkan model madrasi/klasikal Implikasinya adalah sampai saat ini disamping menggunakan sistem madrasi, di NW juga tetap mempraktekkan sistem sorogan. Sistem madrasi disini dilakukan dengan memadukan antara sistem pondok pesantren dengan sistem yang berlaku pada sekolah modern.

b.       Pendidikan Kesetaraan

Membuka lembaga pendidikan khusus bagi perempuan juga mengalami hambatan yang tidak kalah serunya dibanding reaksi ketika membuka Madrasah al-Mujahidin dan Madrasah NWDI di kala itu. Banyak orang saat itu menilai tidak wajar menyekolahkan anak perempuan karena mendidik anak perempuan berarti mendidik wanita karier. walaupun reaksi masyarakat itu ada, pada tanggal 15 Rabiul Akhir 1362 H/tanggal 21 April 1943 didirikan madrasah khusus perempuan atau yang dikenal dengan NBDI. pendirian NBDI adalah bukti kepedulian dan kesadaran TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid terhadap kondisi sosial perempuan masa itu.

c.       Sekolah Umum

Bagi TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, membuka sekolah umum disamping sekolah agama merupakan suatu keharusan, hal ini merupakan salah satu strategi dakwahnya dengan mengkader santrinya memiliki kemampuan yang mumpuni bukan hanya di ilmu agama, tetapi juga di ilmu umum. Pemikiran untuk mengembangkan kemampuan bidang ilmu umum sebenarnya bagian dari perlunya integrasi ilmu agama dengan ilmu umum. hal ini juga termasuk satu di antara modernisasi pendidikan yang digalakkan oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Beliau juga berpendapat bahwa tidak ada dikotomi ilmu (ilmu umum dan ilmu agama). Karena dengan hanya menguasai ilmu agama, seseorang hanya mampu berperan sebagai pembimbing spiritual dan belum sanggup memerankan diri dalam dunia birokrasi dan teknologi. Untuk itu, keduanya penting dipelajari untuk meraih kebahaiaan dunia dan akhirat

d.       Integrasi Ilmu Agama dan Umum

Integrasi ilmu agama dan umum (sains) merupakan kelanjutan misi TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Dalam mengembangkan sekolah umum, bahkan sekolah agama, NW mengikuti kurikulum pemerintah dengan memberikan muatan pelajaran umum di samping pelajaran agama. Madrasah induk di Pancor di bawah pimpinan langsung TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tidak lupa mengikuti perkembangan zaman sesuai konteks keindonesiaan

e.       Kriteria Pendidik

Pemikiran TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tentang kriteria pendidik banyak dipengaruhi ajaran Kitab Ta'lim al-Muta'allim. Kitab ini mengajarkan agar mempelajari akhlak terlebih dahulu baru mengajarkan ilmu-ilmu lain. Munculnya kata pendidik, tidak lepas dari kata pendidikan. Umumnya kata pendidikan dibedakan dari kata pengajaran, sehingga muncul kata pendidik dan pengajar. Pemikiran TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tentang kriteria pendidik yang baik untuk dipilih dalam belajar. 1. Mursyid (Cerdas) 2. Mukhlis (Ikhlas) 3. Taat agama 4. Amanah 5. Berakhlak guru

f.        Pendidikan Multikultural

Pendidikan yang dikembangkan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid bervisi multikuturalisme. Artinya, di dalam pendidikan tersebut terdapat keragaman budaya dan latar belakang dari para santri yang menimba ilmu yang berasal dari berbagai daerah dan elemen masyarakat. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid telah menerapkan konsep multikulturalisme ini sejak lama, beliau bahkan sering menggunakan prinsip akomodasi dengan menggunakan kader dari luar Desa Pancor sebagai asistennya dalam mengelola madrasah dan organisasi NW baik di pulau Lombok, maupun di daerah lainnya. Pemahaman multikultural ini terus dikembangkan dan disebarluaskan pada masyarakat lewat pengajian dan Pendidikan.

3.       Gerakan sosial

Kegiatan nyata dilakukan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid melalui NW dalam bidang sosial kemasyarakatan, antara lain : 1. mendirikan pantai asuhan 2. program Kependudukan dan KB 3. bidang pertanian 4. Transmigrasi 5. koperasi 6. berbagai kegiatan sosial lainnya. Perubahan sosial keagamaan masyarakat Wetu telu ke Islam Waktu Lima terjadi di Narmada, merupakan suatu realitas sosial yang riil. Keberhasilan NW dalam mendorong terjadinya perubahan keagamaan orang-orang Wetu Telu di wilayah Narmada tidak dapat dilepaskan dari kuatnya modal sosial (social capital) yang dimiliki NW, yaitu pertama, norma dasar warga NW; kedua, adanya hubungan sosial dan kerjasama; ketiga, kuatnya rasa kebersamaan di antara waga NW. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid memiliki corak pemikiran keagamaan yang tegas dan menjadi acuan pandangan keagamaan masyarakat. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid memandang corak keagamaan ahlussunnahlah paling relevan, karena semua guru-gurunya adalah pengikut setia paham Sunni yang turut mempengaruhi corak dan model paham keagamaannya. Golongan Ahlussunnah wal Jama’ah ‘ala merupakan paham yang dipegangi mayoritas ummat, sedangkan Syafi’iyah merupakan aliran dalam bidang fiqih dimotori oleh Imam Syafi’i

Jumat, 22 Maret 2024

Sejarah Sosial Lombok dan Sistem Pendidikan Masa Kolonial

 Nama    : Erintia Putri

Tugas Aksi Nyata NWDI Topik 1

Sebelum memulai proses pembelajaran yang saya pikirkan mengenai topik pembelajaran ini adalah belajar mengenai sejarah Lombok dan bagaimana berdirinya NWDI sebagai sebuah organisasi di Lombok dan bagaimana pengaruhnya terhadap pendidikan di Lombok. Setelah belajar secara individu dan kolaborasi dengan teman sejata pelajaran yang dapat saya petik setelah belajar mengenai sejarah sosial Lombok dan sistem pendidikan kolonial sebagai berikut:

a.       Kehidupan masyarakat tradisional yang memiliki kebiasan mengatur pembagian air untuk masyarakat agraris sehingga memudahkan petani untuk mengairi sawahnya dan kebiasan itu masih digunakan sampai saat ini. Perbedaan yang saya temukan dari segi masyarakat tradisional adalah pada zaman dulu masyarakat lombok melakukan sebuah ritual terlebih dahulu sebelum mengolah pertanian, pada masa sekarang ritual semacam itu sudah tidak digunakan karena dengan meningkatnya teknologi sehingga memudahkan para petani sekarang untuk merawat sistem pertaniannya. Perbedaan lain juga pada zaman dulu beras yang dihasilkan selain untuk konsumsi pribadi juga dapat digunakan untuk transaksi dengan sistem barter berbeda dengan zaman sekarang yang menggunakan uang sebagai alat transaksinya.

b.      Sistem kepercayaan orang sasak yang mempunyai agam asli bersifat monoteis yaitu meyakini bahwa hanya ada satu Tuhan Yang Maha Kuasa mengendalikan seluruh alam beserta segenap isi dan kehidupan didalamnya menyebabkan islam mudah diterima di Lombok. Dahulu walaupun islam mudah diterima, namun karena adanya agama lain seperti hindu-budha menyebabkan muncul kepercayaan baru yang menggabungkan islam dengan budaya hindu yang pada waktu disebut dengan wetu telu. Hal ini disebabkan oleh tidak tuntasnya para ulama menjelaskan mengenai islam sebelum ia pindah ke wilayah bima dan dompu. Namun, seiring perkembangan zaman pada masa sekarang islam sudah menjadi mayoritas di wilayah lombok hingga dijuluki dengan “seribu masjid”, berkembangnya islam di wilayah lombok ini juga dipengaruhi oleh madrasah yang didirikan pada zaman kolonial.

c.       Pendidikan pada zaman kolonial belanda sangat minim hanya sebatas pendidikan dasar dan ditujukan untuk menguatkan posisi sebagai penjajah sehingga muncul rasa prihatin dari TGKH M. Zainuddin Abdul Majid untuk mendirikan madrasah sebagai tempat belajar untuk masyarakat Lombok membebaskan mereka dari cengkeraman, kebodohan, kemiskinan, dan penderitaan yang sangat panjang. Kemudian pendidikan merosot pada masa pendudukan jepang sehingga eksistensi madrasah menjadi meningkat terus sampai pada pasca kemerdekaan dan sampai saat ini dapat dirasakan sebagai tempat menuntut ilmu bagi masyarakat khususnya masyarakat lombok. Perbedaan yang terlihat dari segi pendidikan yaitu pada awal pendirian madrasah NWDI tidak didirikan berdasarkan pendidikan belanda namun sisi lain dipengaruhi oleh adanya pembaruan sistem pendidikan di Madrasah ash-Syaulatiyyah Makkah, misalnya hal ini dapat diperhatikan dengan pembagian kelas menjadi 3 (tiga) tingkatan, yaitu: (1) Tingkat Ilzamiyyah (persiapan), (2) Tingkat Tahdhiriyyah (3) Tingkat Ibtidaiyyah. Seiring berkembangnya zaman terdapat kurikulum yang ditetapkan pemerintah sehingga pada saat ini madrasah NWDI juga menggunakan kurikulum yang sudah ditetapkan pemerintah.

Manfaat setelah memperlajari topik ini kami mampu memperkenalkan sejarah sosial Lombok untuk mengetahui asal usul lahirnya sebuah identitas suatu daerah, khususnya pulau Lombok. Selain sejara kami juga belajar tentang budaya yang ada di Lombok dan bagaimana perjuangan pendidikan pada masa kolonial sehingga ketika menjadi guru dapat diceritakan dan dapat dijadikan motivasi untuk perserta didik agar tetap semangat dalam belajar dan meuntut ilmu.

 

 

Senin, 05 November 2018

cerpen santri



Hikmah Bekas Merah di Pipi
Karya : Erintia Putri
Arkhan, seorang remaja yang tidak suka dengan aturan keras yang dapat menghalangi kebahagiaannya. ia adalah salah seorang dari anggota geng yang terdapat di madrasahnya. Dikenal sebaga siswa yang nakal telah ia anggap sebagai pujian. Begitu banyak peraturan di sekolah yang membuatnya terasa dikekang, hingga ia langgar dan abaikan. Ruang BK sudah ia anggap sebagai tempat yang wajib ia kunjungi, paling tidak dua kali dalam sepekan. Ia memiliki saudara bernama Hafaza, lahir setahun setelah ia dilahirkan. Mereka bersaudara layaknya saudara yang tak menutup kemungkinan sering terjadi pertengkaran diantara mereka, baik di rumah maupun di madrasah tempat mereka sekolah.
Arkhan memiliki kakak bernama Nadira yang sifatnya sangat berbeda dengan saudara yang lain. Nadira merupakan anak yang rajin, sholehah, pandai, hormat kepada yang lebih tua, dan sayang kepada adik adiknya. Tak heran jika orang tua mereka kagum, dan sering memberikannya pujian. Arkhan dan Hafaza tak pernah keberatan dengan itu, karena mereka sadar bahwa itu memang benar. Arkhan bersama perkumpulannya tak bisa lepas dari teman yang mereka anggap sebagai penenang ketika ada problema yang mereka hadapi yaitu sesuatu yang digunakan dengan menghirup dan menghembuskan. Seringkali Arkhan diberikan arahan supaya dapat meninggalkan kebiasaan buruknya tersebut. Namun, baginya aturan bukanlah hal baik baginya.
Berbagai hukuman telah Arkhan rasakan, hingga akhirnya ia jenuh dengan semua itu. Satu hal yang paling tidak ia terima adalah ketika tangan lembut seorang guru mendarat dengan keras di pipinya. Hal inilah yang membuatnya berfikir untuk pindah sekolah. Keputusan untuk pindah sekolah disetujui oleh ayahnya.  Karena ayahnya pun tak terima ketika melihat ada bekas merah di pipi sang anak.
Ayah Arkhan langsung mengurus surat pindah sekolah. Ia daftarkan Arkhan untuk sekolah di pesantren. Saudara Arkhan, Hafaza berhenti dari sekolah demi lanjutnya pendidikan sang kaka. Seperti biasa di desa, anak yang cuckup umur untuk bekerja namun tak memiliki pekerjaan pergi merantau untuk memenuhi kehidupan mereka. Rasa kecewa sempat timbul dalam diri Hafaza sebab harus keluar dari dunia pendidikan, namun ia yakin ada hal yang akan datang lebih baik dari sebelumnya. Ia selalu berusaha tuk mengikhlaskan.
Arkhan mulai masuk sekolah di pesantren. Arkhan butuh waktu untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan pesantren yang penuh dengan aturan. Namun seiring berjalannya waktu Arkhan mulai beradaptasi. Arkhan memulai hidup yang baru. Kesadaran tentang pentingnya ilmu ia pahami pesantren. Di sini ia mulai mengenal bahwa menaati aturan adalah hal yang indah. Kebiasaan buruk sedikit demi sedikit mulai ia kurangi. Kegiatan pesantren dari pagi sampai selesai ia ikuti. Seperti pesantren pada umunya, di pesantren Nurul Huda juga memiliki aturan tersendiri dalam mendidik santri santriwatinya. Mulai dari bagun tidur, bersih-bersih, mandi, belajar, tahfidz, dan hal hal lain.
Di pesantren Nurul Huda pukul 03.00 pagi harus sudah berada di mushala untuk melakukan shalat tahajud yang dilanjutkan dengan tahfidz sambil menunggu waktu subuh. Shalat berjamaan dan setelah itu ada ta’lim muta’lim dari ustadz. Di sini Arkhan menemukan teman yang baru yang sekiranya dapat membantu Arkhan untuk dapat menyesuaikan diri dengan tempatnya yang sekarang ini. Tak membutuhkan waktu yang lama bagi Arkhan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Dalam beberapa minggu  ia sudah mulai untuk menaati aturan dan takut tuk melanggarnya. Beberapa bulan kemudian ia sudah terbiasa untuk bangun pagi yang dilanjutkan dengan tahajud dan tahfidz.
Kehidupan di pesantren bisa menghilangkan kebiasaan buruk Arkhan yang pasti ia lakukan yaitu merokok. Awalnya Arkhan berhenti merokok hanya karena tak ada yang menjual rokok disekitar pesantren. Akan tetapi tak lama kemudian ia pun terbiasa untuk tidak merokok.
“ sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya”, kalimat singkat inilah yang dapat memberhentikan Arkhan dari kebiasaan merokok. Satu kalimat yang diperjelas oleh Ustadz dengan berbagai kiasan. Arkhan menyadari bahwa rokok tak hanya berdampak negatif bagi dirinya namun berdampak negatif bagi orang yang disekitarnya, bahkan lebih bahaya dari pada ia yang merokok.
Di pesantren Arkhan bertemu dengan seseorang yang sebaya dengah dirinya. Santri itu bernama Rio, ia memiliki kekurangan dalam fisiknya. Sebagai bahan pembulian bagi teman-teman sebayanya, marah? Itu sudah pasti, namun ia tetap menyimpan amarah dalam hati. Percaya akan ada hal baik yang menanti.
Suatu hari ketika diselenggarakannya acara rutin di asrama yaitu tablihg di setiap hari jumat, Arkhan melihat Rio duduk sambil bergumam seperti membicarakan sesuatu, namun saat itu ia sedang sendiri. Arkhan mendekatinya, lalu bertanya kepada Rio apa yang sebenarnya sedang ia lakukan.
“Assalamualaikum”, Arkhan mengawali pertemuannya dengan salam, ini adalah perama kali bagi Arkhan.
“waalikumussalam”, sambut Rio.
“Ana Arkhan, Antum?”, Arkhan memulai membuka percakapan, Sambil mengulurkan tangannya.
“Ana Rio”, jawab Rio, sambil mengulurkan tangannya tapi tak menyambut tangan Arkhan.
Arkhan terkejut. Ada apa? Kenapa? Mengapa tangan yang ia julurkan tak mengarah ke tangan ku? Arkhan bergumam dalam hati. Lalu ia sambut tangan Rio yang tak mengarah ke dia. Arkhan duduk disamping Rio lalu bercakap-cakap sambil menunggu dimulainya acara tablhig rutin.
“Apa yang sedang antum lakukan sendiri?” Tanya Arkhan.
“menunggu tabligh dimulai” jawab Rio.
“Lalu kenapa kau bergumam sendiri, apa kau baik-baik saja?” Lanjut Rio
“Tentu, aku sedang muraja’ah, itu bisa buat ku tenang dan main dekat dengan Sang Maha Kuasa” jawab Rio yang mengetuk hati Arkhan untuk lebih mengetahui tentang dirinya.
Muraja’ah? Sahut Arkhan bingung karena baru pertama ia mendengar kata itu. Rio menjelaskan apa arti muraja’ah. Lalu terdengar suara pengumuman tentang segera dimulainya tabligh rutin. Arkhan berdiri dan berjalan berdampingan denga Rio, karena Arkhan tau bahwa Rio adalah seorang tunanetra yang sangat beruntung bisa menjadi santri di pesantren Nurul Huda ini.
Setelah beberapa minggu Arkhan dan Rio sudah menjadi teman dekat. Teman yang saling menginspirasi satu sama lain. Mengetahui kisah Rio yang merupakan seorang tunanetra yang hafal kitab mulia (alqur’an) mulai membuka hati Arkhan untuk melakukan hal-hal baik dalam hidupnya. Ia memulai dari hal kecil dalam dirinya seperti mematuhi aturan yang biasa ia langgar. Ia mulai mengahafal Al-Quran sesuai aturan di pesantren. Bangun jam tiga lalu tahfidz dan muraja’ah tak ia anggap berat lagi. Ia banyak belajar dari sahabatnya Rio. Perubahan Arkhan ini membuat para ustadz kagum dengannya, khususnya salah seorang ustadz yang selalu membimbing Arkhan dalam menjalani perubahan. Ustadz Ridwan selalu menegrti dengan keadaan Arkhan, ia membantu Arkhan menjalani hidup yang ia hadapi selama beradaptasi.
Kegiatan pesantren tak pernah Arkhan tinggalkan seperti, shalat berjamaah, shalat tahajud, mura’jaah, tahfidz, baitul masail, dan kegiatan pelatihan untuk berceramah yang disebut dengan khitobah dalam pesantren. Dalam baitul masail atau kegiatan berdiskusi tentang persoalan-persoalan sosial dari sudut pandang agama dengan landasan Al-Quran, hadits, dan kitab-kitab terdahulu. Timbul bakat dalam diri seorang Arkhan setelah berbulan bulan belajar di pesantren, yaitu dalam bidang khitobah. Ia mulai memperdalam khitobah dengan bimbingan sang ustadz tercinta yaitu ustadz Ridwan. Dengan berlatih keras Arkhan mengikuti lomba khitobah tingkat MA/Sederajat. Ia gagal, rasa kecewa timbul dalam diri, sampai ia ingin berhenti dari kegiatan positifnya. Namun, Ustadz Ridwan tanpa henti memberi nasihat dan masukan agar Arkhan tetap istiqomah dalam kegiatan yang positif.
Arkhan terlihat merenung di depan asrama dengan menundukkan kepala, layaknya orang yang terpuruk dalam kesedihan. Ustadz Ridwan yang pada saat itu sedang mengecek keadaaan asrama menghampirinya.
“Arkhan”. Panggil Ustadz dengan memegang pundak Arkhan. Arkhan mendongak.
“janganlah terlalu berlarut-larut dalam kesedihan, bangkitlah, Allah tau mana yang terbaik untuk hambanya. Jadi belajarlah lebih giat lagi, akan ada hal yang lebih menunggu di depan” lanjut ustadz menenagkan Arkhan. Arkhan hanya terdiam menghadap bawah. Ustadz Ridwan pergi melanjutkan tugasnya untuk memeriksa asrama lainnya. Arkhan kembali merenung, namun kali ini ia tak merenungkan kekalahannya, ia merenugkan kalimat yang ustadz Ridwan berikan kepadanya.
Beberapa hari kemudian ia mulai bangkit, kalimat ustadz saat itu menjadi rujukan dalam dirinya. “Aku harus bangkit” ujar Arkhan dalam hati untuk menyemangatkan diri. “Ustad ridwan memang benar, jika aku berlarut dalam kesedihan, hal lain tak akan berjalan dengan baik” lanjutnya bergumam. Setelah itu ia memulai kembali rutinitas baik yang ia lakukan di pesantren. Ia rajin berlatih berkhitobah di depan Rio, dengan alasan selain sahabat Rio juga lebih berpengalaman dari Arkhan. Sehingga Arkhan bisa lebih banyak belajar dengan teman sebayanya itu.
Dengan kerja keras Arkhan tak lama kemudian ia dapat memenangkan lomba khitobah tingkat nasional. Berlatih keras yang selam ini ia lakukan tak sia-sia. Naskah khitobah ini dibuat oleh temannya, Rio.  Ia sangat bersyukur memiliki teman sebaik Rio. Ketika menang kalimat pertama yang ia ucapkan adalah “alhamdulillah”, puji syukur kepada Tuhan yang Menguasai Alam. Ini adalah kali pertama Arkhan memenangkan sesuatu yang positif dan membanggakan orang tua, para ustadz, dan orang-orang terdekat lainnya. Sejak itu Arkhan sering mengikuti lomba-lomba dakwah yang tak lepas dari bantuan ustadz Ridwan dan sahabat terbaiknya di pesantren yaitu Rio.
Telah setahun lamanya Arkhan menuntut ilmu di pesantren Nuruh Huda tak terasa ia akan berpisah dengan pesantrennya. Ia mengajukan untuk bisa melanjutkan pendidikannya di Makkah, seperti biasa ia selalu berjalan dengan arahan sang ustadz. Belajar keras untuk bisa melanjutkan pendidikan tanpa biaya dari orang tua. Beberapa bulan kemudian pengumuman keluar, dan nama Arkhan tertera dengan nilai sepuluh terbaik, dan mendapat beasiswa untuk kuliah.
Beberapa minggu dirumah setelah kelulusan, ia berangkat menuju ke Makkah. Tiga tahun kemudian ia dapat memberangkatkan haji kedua orang tuanya. Rasa bangga dalam diri sebagai orang tua tak dapat di ungkapkan dengan kata-kata. Ini adalah hikmah dari merahnya pipi Arkhan saat itu. Percayalah tak ada hal yang Allah ciptakan menjadi sia-sia. Apabila kita selalu bersyukur dan qonaah dalam hal kebaikan, dan selalu yakin dengan kuasa Allah kebahagiaan akan menghampiri.