Nama : Erintia
Putri
AKSI NYATA TOPIK 3
Sebelum
memulai proses pembelajaran mengenai topik
3 yaitu NW: Gerakan dakwah, pendidikan, dan sosial serta semboyan perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majdi, hal yang terpikirkan adalah pada topik 3 ini dapat
dipelajari mengenai bagaimana gerakan dakwah, pendidikan dan sosial NW, serta
bagaimana semboyan perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dan pelajaran apa
saja yang dapat diperoleh dari gerakan dan semboyan tersebut. setelah belajar
secara mandiri dan kolaborasi dengan teman sejawat ataupun dosen pengampu di
universitas terdapat beberapa pemahaman yang diperoleh mengenai gerakan dan semboyan
NW.
1.
Gerakan Dakwah
Gerakan
Dakwan ini dibedakan menjadi dua yaitu dakwah bil al-lisan dan sistem pendidikan
madarasah. Dakwah bil al-lisan yang dilaksanakan oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid terbagi menjadi dua yaitu dakwah yang langsung dipimpin sendiri yang dikenal
dengan istilah majelis dakwah hamzanwadi dan dakwah yang dipimpin oleh
murid-muridnya dan para tuan guru yang tersebar di seluruh pelosok Lombok yang disebut
dengan majelis ta’lim hamzanwadi.
TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid dikenal dengan gelar Abu al-Maaris wa al-Masajid
(bapak aau pengayom masjiddan madrasah) karena kegigihan yang beliau miliki
dalam memperjuangkan pendidikan. Prinsip dakwah/perjuangan sekaligus semboyan yang dipegang adalah
1) Li i’lai kalimatillah wa ‘izzil Islam wa al-muslimin yang artinya untuk
meninggikan titah Allah dan memuliakan agam islam dan umatnya, 2) pokok NW, pvkok NW iman dan taqwa, 3) inna
akromakum ‘indy anfaukum linahdatil wathan wa inna syarrokum ‘indiy adlarrukum
binahdatil wathan artinya semulia-muliamu di hadapanku adalah yang paling
banyak manfaatnya bagi NW, dan sejahat-jahatmu adalah yang paling banyak
mendatangkan mudlarat bagi NW, 4) yakin, ikhlas dan istiqomah.
2.
Gerakan pendidikan
Gerakan
pendidikan sendiri merupakan Gerakan dalam membentuk, mengajarkan, atau menanamkan
nilai-nilai kepada anak, siswa, ataupun orang-orang yang ingin kita tuju. Hal
ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga organisasi dan
badan-badan swasta yang terkait langsung dalam masalah pendidikan dan
pengembangan masyarakat. NW sebagai organisasi kemasyarakatan dan pendidikan
islam disini juga ikut andil dan terus berkontribusi dalam membantu
melaksanakan pergerakan pendidkan. Terlihat dengan pondok pesantren, madrasah,
dan sekolah di lingkungan NW yang terus mengalami peningkatan, baik jumlah,
jenis sekolah dan madrasah, jenjang pendidikan maupun kurikulum yang digunakan.
Pemikiran
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam persoalan Pendidikan yang sangat maju,
khususnya di wilayah Nusa Tenggara Barat, diantaranya (a)menyelenggarakan
pendidikan dan pengajaran Agama Islam di NTB dengan sistem madrasi di samping
memertahankan sistem sorogan; (b)membuka lembaga pendidikan khusus bagi
perempuan; (c)membuka sekolah umum di samping madrasah di Nusa Tenggara Barat;
(d)melakukan integrasi ilmu agama dan ilmu umum; (e)menetapkan pentingnya
memilih kriteria pendidik, dan (f)menjalankan pendidikan multikulturalisme
a.
Sistem Madrasah
Seperti yang sudah dijelaskan pada topik sebelumnya, bahwa Metode
pendidikan yang dipraktekkan pada masa awal Islam datang di Indonesia adalah
sistem sorogan dan wetonan. Kata sorogan berasal dari kata sorog (Jawa) berarti
menyodorkan. Metode sorogan ini berupa: santri menghadap guru satu per satu
dengan membawa kitab yang akan dipelajarinya. Sedangkan metode weton adalah
metode kuliah/ceramah, dimana santri mengikuti pelajaran dengan duduk di
sekeliling kyai yang menerangkan pelajaran seperti kuliah. Metode ini dikenal
juga dengan istilah halaqah. Namun, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid menganggap
kedua metode Pendidikan ini perlu dilengkapi dengan mengembangkan model
madrasi/klasikal Implikasinya adalah sampai saat ini disamping menggunakan
sistem madrasi, di NW juga tetap mempraktekkan sistem sorogan. Sistem madrasi
disini dilakukan dengan memadukan antara sistem pondok pesantren dengan sistem
yang berlaku pada sekolah modern.
b.
Pendidikan Kesetaraan
Membuka lembaga pendidikan khusus bagi perempuan juga mengalami
hambatan yang tidak kalah serunya dibanding reaksi ketika membuka Madrasah
al-Mujahidin dan Madrasah NWDI di kala itu. Banyak orang saat itu menilai tidak
wajar menyekolahkan anak perempuan karena mendidik anak perempuan berarti
mendidik wanita karier. walaupun reaksi masyarakat itu ada, pada tanggal 15
Rabiul Akhir 1362 H/tanggal 21 April 1943 didirikan madrasah khusus perempuan
atau yang dikenal dengan NBDI. pendirian NBDI adalah bukti kepedulian dan
kesadaran TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid terhadap kondisi sosial perempuan masa
itu.
c.
Sekolah Umum
Bagi TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, membuka sekolah umum disamping
sekolah agama merupakan suatu keharusan, hal ini merupakan salah satu strategi
dakwahnya dengan mengkader santrinya memiliki kemampuan yang mumpuni bukan
hanya di ilmu agama, tetapi juga di ilmu umum. Pemikiran untuk mengembangkan
kemampuan bidang ilmu umum sebenarnya bagian dari perlunya integrasi ilmu agama
dengan ilmu umum. hal ini juga termasuk satu di antara modernisasi pendidikan
yang digalakkan oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Beliau juga berpendapat
bahwa tidak ada dikotomi ilmu (ilmu umum dan ilmu agama). Karena dengan hanya
menguasai ilmu agama, seseorang hanya mampu berperan sebagai pembimbing
spiritual dan belum sanggup memerankan diri dalam dunia birokrasi dan
teknologi. Untuk itu, keduanya penting dipelajari untuk meraih kebahaiaan dunia
dan akhirat
d.
Integrasi Ilmu Agama dan Umum
Integrasi ilmu agama dan umum (sains) merupakan kelanjutan misi
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Dalam mengembangkan sekolah umum, bahkan
sekolah agama, NW mengikuti kurikulum pemerintah dengan memberikan muatan
pelajaran umum di samping pelajaran agama. Madrasah induk di Pancor di bawah
pimpinan langsung TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tidak lupa mengikuti
perkembangan zaman sesuai konteks keindonesiaan
e.
Kriteria Pendidik
Pemikiran TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tentang kriteria pendidik
banyak dipengaruhi ajaran Kitab Ta'lim al-Muta'allim. Kitab ini mengajarkan
agar mempelajari akhlak terlebih dahulu baru mengajarkan ilmu-ilmu lain.
Munculnya kata pendidik, tidak lepas dari kata pendidikan. Umumnya kata
pendidikan dibedakan dari kata pengajaran, sehingga muncul kata pendidik dan
pengajar. Pemikiran TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tentang kriteria pendidik
yang baik untuk dipilih dalam belajar. 1. Mursyid (Cerdas) 2. Mukhlis (Ikhlas)
3. Taat agama 4. Amanah 5. Berakhlak guru
f.
Pendidikan Multikultural
Pendidikan yang dikembangkan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid bervisi
multikuturalisme. Artinya, di dalam pendidikan tersebut terdapat keragaman
budaya dan latar belakang dari para santri yang menimba ilmu yang berasal dari
berbagai daerah dan elemen masyarakat. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid telah
menerapkan konsep multikulturalisme ini sejak lama, beliau bahkan sering
menggunakan prinsip akomodasi dengan menggunakan kader dari luar Desa Pancor
sebagai asistennya dalam mengelola madrasah dan organisasi NW baik di pulau
Lombok, maupun di daerah lainnya. Pemahaman multikultural ini terus
dikembangkan dan disebarluaskan pada masyarakat lewat pengajian dan Pendidikan.
3.
Gerakan sosial
Kegiatan nyata
dilakukan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid melalui NW dalam bidang sosial
kemasyarakatan, antara lain : 1. mendirikan pantai asuhan 2. program
Kependudukan dan KB 3. bidang pertanian 4. Transmigrasi 5. koperasi 6. berbagai
kegiatan sosial lainnya. Perubahan sosial keagamaan masyarakat Wetu telu ke
Islam Waktu Lima terjadi di Narmada, merupakan suatu realitas sosial yang riil.
Keberhasilan NW dalam mendorong terjadinya perubahan keagamaan orang-orang Wetu
Telu di wilayah Narmada tidak dapat dilepaskan dari kuatnya modal sosial
(social capital) yang dimiliki NW, yaitu pertama, norma dasar warga NW; kedua,
adanya hubungan sosial dan kerjasama; ketiga, kuatnya rasa kebersamaan di
antara waga NW. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid memiliki corak pemikiran
keagamaan yang tegas dan menjadi acuan pandangan keagamaan masyarakat. TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid memandang corak keagamaan ahlussunnahlah paling relevan,
karena semua guru-gurunya adalah pengikut setia paham Sunni yang turut
mempengaruhi corak dan model paham keagamaannya. Golongan Ahlussunnah wal
Jama’ah ‘ala merupakan paham yang dipegangi mayoritas ummat, sedangkan
Syafi’iyah merupakan aliran dalam bidang fiqih dimotori oleh Imam Syafi’i